Senin, 13 Desember 2010

Mengapa Wanita Banyak Menghuni Neraka?

Sebuah pernyataan yang cukup lazim terdengar di telinga kita bahwa kebanyakan penduduk neraka dihuni oleh para wanita.

Berdasarkan Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Aku melihat ke dalam surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.”

Muncul pertanyaan di benak kita, apa yang menyebabkan kebanyakan wanita menjadi penduduk neraka? Dalam sebuah kisah ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka.

Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, “ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma)

Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda, “ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu)

Bagi para muslimah atau umumnya wanita ketika membaca atau mendengar hadist-hadist di atas sontak naik darah dan tidak bisa menerima sepenuhnya. Minimal akan berhujjah bahwasanya wanita bisa berbuat demikian karena ada penyebabnya, bukan tiba-tiba ingin berlaku demikian. Siapapun kalau ditanya tentu saja tidak ada yang ingin masuk neraka apalagi diklaim akan masuk neraka. Naudzubillah mindzalik!

Memang, berlayar mengarungi bahterah rumah tangga itu tidak semudah yang dibayangkan. Seorang muslimah tepatnya seorang istri, tidak saja harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup tapi juga mutlak dibutuhkan mental baja dan manajemen yang baik dalam mengelola gelombang kehidupan beserta segala pernak pernik yang menyertainya. Ketika urusan rumah tangga tidak pernah ada habisnya, anak-anak rewel dan kondisi fisik sedang tidak fit, kemudian suami pulang kerja minta dilayani tanpa mau perduli dengan kondisi kita, biasanya, dalam kondisi seperti ini tidak banyak wanita yang tetap mampu mengendalikan kesabarannya. Manusiawi bukan? Belum tentu!Justru dalam situasi seperti inilah keimanan dan kesabaran kita akan teruji. Apakah kita masih bisa mengeluarkan kata-kata manis sekaligus rona muka penuh dengan senyum ketulusan? Sulit memang! Tapi sulit bukan berarti tidak bisa!

Jika kita cermati hadist diatas secara seksama, maka akan kita dapati beberapa sebab mengapa wanita bisa menjadi penduduk minoritas di surga, di antaranya :

Pertama, kufur terhadap kebaikan-kebaikan suami. Sebuah fenomena yang sering kita saksikan, seorang istri yang mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya dalam waktu yang panjang hanya karena satu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Padahal seharusnya seorang istri selalu bersyukur terhadap apa-apa yang diberikan suaminya, karena Allah SWT tidak akan melihat istri yang seperti ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam,“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr).

Kedua, durhaka terhadap suami. Durhaka yang sering dilakukan seorang istri adalah durhaka dalam ucapan dan perbuatan. Wujud durhaka dalam ucapan di antaranya ketika seorang istri membicarakan keburukan-keburukan suaminya kepada teman-teman atau keluarganya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i. Sedangkan durhaka dalam perbuatan diantaranya bersikap kasar atau menampakkan muka yang masam ketika memenuhi panggilan suami, tidak mau melayani suami dengan alasan yang tidak syar’i, pergi atau ke luar rumah tanpa izin suami, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, atau sebaliknya enggan berdandan dan mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu.

Jika demikian keadaannya maka sungguh merugi wanita-wanita yang kufur dan durhaka terhadap suaminya. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada surga karena mengikuti hawa nafsu belaka.

Jalan ke surga memang tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan melalui rintangan-rintangan yang berat dan terjal. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini Allah menjanjikan surga bagi orang-orang yang sabar menempuhnya.

Sementara, jalan menuju ke neraka penuh dengan keindahan yang menggoda dan setiap manusia sangat tertarik untuk melaluinya. Tetapi, sadarlah bahwa di ujung jalan ini, neraka telah menyambut dengan beragam siksa-Nya.

Lalu, bagaimana caranya agar para wanita atau para istri tidak terperosok ke dalam neraka?

Jangan pesimis, masih banyak cara dan tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri jika kita ingin menjadi penduduk minoritas di surga.

Masih ingat kan, ketika rasulullah bersabda dalam sebuah hadist shahih jami’, “Perempuan apabila shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki.”

Mengacu dari hadist di atas, mari kita berlomba menegakkan sholat dengan lebih khusu’, memperbayak sholat-sholat sunah karena sholat yang benar dan khusu’ bisa membentengi diri kita dari perbuatan yang munkar. Selain puasa/shaum wajib di bulan romadhon, latihlah diri untuk terbiasa melakukan shaum sunah. Hiasilah diri dengan sabar dalam ketaatan dengan suami dan banyak-banyaklah beristigfar karena istigfar bisa meruntuhkan dosa-dosa kecil yang tidak kita sadari.

Dan juga ada sebuah amalan yang sepele tapi sering terlupakan adalah bershodaqoh (sedekah). Bershodaqohlah dalam keadaan lapang dan sempit karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka.

Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda, “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)

Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya. Amin. Wallahu’alam.

Sumber : Eramuslim
(Nani Agus, nani_agus2@yahoo.com)


Readmore »»

Rabu, 01 Desember 2010

Jangan Jadi "Miss Komplain"


Pernahkah Anda menghitung berapa kali Anda mengeluh dalam satu hari, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Jika dibuat daftarnya, bisa jadi sepanjang hari itu kita lebih banyak mengeluh dari hal-hal yang sepele di rumah sampai hal-hal yang berat di tempat kerja atau di lingkungan tempat kita tinggal.

Suatu hal yang wajar jika sesekali kita mengeluh, karena sudah menjadi kodrat manusia suka berkelu kesah seperti disebutkan dalam Surat Al-Ma'arij ayat 19-21, "Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan sifat suka mengeluh. Apabila ditimpa musibah dia mengeluh dan apabila ditimpa kesenangan berupa harta ia jadi kikir." Tapi yang sering terjadi adalah, tidak ditimpa musibah pun kita kadang sering mengeluh. Jalanan macet kita mengeluh, padahal kita tahu bahwa kemacetan adalah pemandangan sehari-hari di kota Jakarta. Pekerjaan rumah tangga menumpuk karena tidak ada pembantu, kita mengeluh. Anak rewel, kita mengeluh. Tugas di kantor bertambah, kita mengeluh. Seolah semua hal jadi bahan keluhan.

Padahal kalau ditelaah, banyak hal-hal yang kita keluhkan hanyalah urusan dunia, karena ketidakpuasan kita terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Tapi manusia memang sudah terbiasa banyak mengeluh, hingga kadang lupa mensyukuri hal-hal yang kita anggap tidak penting padahal sangat penting. Sebut saja nikmat sehat. Pernahkah kita bersujud dan mengucap syukur dengan tulus karena Allah telah memberi nikmat sehat setiap hari sehingga kita bisa melakukan aktivitas dengan lancar. Jika pun ada hambatan, seharusnya tidak membuat kita jadi mengeluh tapi melihatnya sebagai ujian dan tantangan.

Sebagai makhluk yang lemah, setiap manusia tentu saja suatu waktu pernah mengeluh, sadar atau tidak sadar. Asalkan tidak menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi karakter yang bakal sulit dihapus dari kepribadian seseorang. Orang yang memiliki karakter suka mengeluh akan berdampak pada munculnya suasana yang tidak nyaman bagi lingkungan dan orang di sekitarnya. Pernahkah Anda berjumpa dengan orang yang tabiatnya suka mengeluh dan Anda merasakan sangat tidak nyaman bahkan jengkel berada di dekatnya.

Kita memang harus waspada dengan sifat suka mengeluh ini, jika tidak ingin sifat buruk ini menjelma menjadi bagian dari karakter. Untuk itu perlu latihan pengendalian diri agar tidak selalu melontarkan keluhan Bagaimana caranya?

1. Biasakan menyampaikan keluh kesah pada Allah semata
Ketika kita ditimpa kemalangan atau musibah, lebih baik kita menyampaikan keluh kesah dan kegundahan hati kita pada Allah Swt. Karena Dia-lah Yang Mahatahu segala persoalan dan kegundahan dalam jiwa kita. "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya," (QS Yusuf;86).

2. Kita bisa berkeluh kesah pada orang lain, hanya jika keluh kesah itu merupakan hal yang penting.
Ini mungkin berkaitan dengan upaya Anda untuk mendapatkan hak Anda, atau hak orang lain yang Anda kenal. Kadang memiliki keluhan dan menyampaikan keluhan pada orang lain itu penting, asalkan disampaikan dengan baik-baik dan tidak berlebihan.

3. Bicarakan solusi yang praktis
Daripada mengeluh tiada akhir, lebih baik memikirkan atau membicarakan solusi praktis atas permasalahan yang kita hadapi. Tidak ada

masalah yang tidak bisa dicari solusinya. Jika menemui jalan buntu, mohonlah bantuan pada Allah Swt.

4. Jangan membesar-besarkan hal yang kecil
Anas bin Malik berkata, "Saya melayani Rasululullah Saw. selama dua puluh tahun dan beliau tidak pernah mengatakan 'ahh' pada saya. Dan beliau tidak pernah mengatakan apapun yang tidak saya lakukan, 'mengapa kamu tidak melakukannya?' atau apapun yang telah saya lakukan, 'mengapa engkau melakukan itu?'" (HR Muslim). Jadi biarkan saja hal-hal sepele yang tidak penting itu lenyap dan tidak lagi mengganggu pikiran kita.

5. Bicaralah tentang nikmat Allah
Daripada memilih membicarakan segala sesuatu yang salah dalam hidup Anda, pilihlah topik pembicaraan tentang hal-hal yang menyenangkan dalam hidup Anda. Dengan bersikap seperti ini, bukan hanya membantu Anda menghindar dari keluhan, tapi juga mematuhi perintah Allah untuk selalu mensyukuri nikmat Allah, "Lalu nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?".

6. Ingatlah mereka yang kurang beruntung
Salah satu cara untuk menyentak kita kembali untuk melihat realitas dan menghargai berkah yang Allah berikan pada kita adalah mengingat mereka yang kurang beruntung dari kita.. Bacalah berita-berita tentang orang lain yang menderita di Asia, Afrika, dan seluruh dunia. Bacalah tentang kehidupan anak yatim piatu di Palestina, tentang kehidupan para tunawisma di lingkungan kita sendiri. Sesekali berinteraksilah dengan mereka dan jangan menenggelamkan diri dalam rasa putus asa, tetapi menggunakan cerita mereka sebagai alat untuk bersyukur dan bersyukur kepada Allah atas apa yang kita miliki.

7. Kurangi stres dalam hidup Anda
Kita mungkin mengeluh karena kita mengalami stres yang cukup berat dalam kehidupan ini. Anda perlu tempat untuk menyendiri. Berhentilah sejenak, carilah tempat yang tenang untuk bersantai, duduk di ruang yang gelap, tarik napas dalam-dalam selama beberapa menit, berjalan-jalan di luar rumah, mendengarkan lagu-lagu nasheed dan membaca beberapa Al Qur'an akan memberikan ketenangan bagi hati dan pikiran yang sedang tertekan.

8. Bacalah kisah-kisah dalam Sirah, catatlah bagian-bagian yang penting dan pengalaman para nabi, sahabat nabi dan generasi-generasi muslim di masa lalu, belajarlah dari pengalaman, sikap dan cara mereka menghadapi masalah.

9. Bicarakan masalah-masalah lain yang lebih penting
Misalnya hal-hal baru yang mengundang minat Anda untuk belajar, proyek-proyek untuk pekerjaan Anda atau pengalaman jalan-jalan melihat keindahan alam yang membuat Anda merenungkan keindahan ciptaan Yang Mahakuasa.

10. Ceritakan pengalaman-pengalaman lucu yang pernah Anda alami, asal bukan cerita bohong.
Ketika berkumpul bersama teman atau keluarga, akan lebih ceria jika kita mendengar cerita-cerita lucu daripada mendengar keluhan, yang mereka sendiri tidak bisa membantu memberikan jalan keluar. Ceritakanlah hal-hal ringan yang lucu dan berkesan yang pernah Anda alami, ini akan membuat suasana dan orang di sekeliling Anda lebih menyenangkan.

11. Kenali sikap suka mengeluh yang jadi kebiasaan
Perhatikanlah selalu perkataan kita dari waktu ke waktu, apakah kita merasakan bahwa mengeluh lebih merupakan kebiasaan dari suatu usaha yang berguna? Mengakui hal itu sebagai kebiasaan adalah langkah pertama yang penting untuk mulai melawan sikap suka mengeluh.

12. Cari lingkungan yang lebih baik
Apakah kita merasakan lebih banyak mengeluh jika kita berada di sekitar orang-orang tertentu? Mungkin itu karena kita tidak memiliki banyak kesamaan minat dengan orang-orang tersebut, atau karena mereka tidak tertarik untuk bersikap positif dan berterima kasih. Jika itu terjadi, maka sudah saatnya kita mencari lingkungan teman yang lebih baik.

13. Sedikit Bicara
Umumnya, jika kita sudah mencoba segala sesuatu yang kita pikirkan dan masih menemukan diri kita terlalu banyak mengeluh, mungkin itu karena kita sudah terlalu banyak bicara. Jangan biarkan setan yang mengarahkan kita untuk bicara hal-hal yang tidak berguna atau berbahaya. Pertahankanlah kelembaban lidah dengan selalu mengingat Allah. Bertobatlah kepada-Nya dan bershalawatlah atas nama Rasulullah Saw. sesering mungkin. (ln/sismagz) Readmore »»

Jangan Jadi "Miss Komplain"

Pernahkah Anda menghitung berapa kali Anda mengeluh dalam satu hari, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Jika dibuat daftarnya, bisa jadi sepanjang hari itu kita lebih banyak mengeluh dari hal-hal yang sepele di rumah sampai hal-hal yang berat di tempat kerja atau di lingkungan tempat kita tinggal.

Suatu hal yang wajar jika sesekali kita mengeluh, karena sudah menjadi kodrat manusia suka berkelu kesah seperti disebutkan dalam Surat Al-Ma'arij ayat 19-21, "Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan sifat suka mengeluh. Apabila ditimpa musibah dia mengeluh dan apabila ditimpa kesenangan berupa harta ia jadi kikir." Tapi yang sering terjadi adalah, tidak ditimpa musibah pun kita kadang sering mengeluh. Jalanan macet kita mengeluh, padahal kita tahu bahwa kemacetan adalah pemandangan sehari-hari di kota Jakarta. Pekerjaan rumah tangga menumpuk karena tidak ada pembantu, kita mengeluh. Anak rewel, kita mengeluh. Tugas di kantor bertambah, kita mengeluh. Seolah semua hal jadi bahan keluhan.

Padahal kalau ditelaah, banyak hal-hal yang kita keluhkan hanyalah urusan dunia, karena ketidakpuasan kita terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Tapi manusia memang sudah terbiasa banyak mengeluh, hingga kadang lupa mensyukuri hal-hal yang kita anggap tidak penting padahal sangat penting. Sebut saja nikmat sehat. Pernahkah kita bersujud dan mengucap syukur dengan tulus karena Allah telah memberi nikmat sehat setiap hari sehingga kita bisa melakukan aktivitas dengan lancar. Jika pun ada hambatan, seharusnya tidak membuat kita jadi mengeluh tapi melihatnya sebagai ujian dan tantangan.

Sebagai makhluk yang lemah, setiap manusia tentu saja suatu waktu pernah mengeluh, sadar atau tidak sadar. Asalkan tidak menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi karakter yang bakal sulit dihapus dari kepribadian seseorang. Orang yang memiliki karakter suka mengeluh akan berdampak pada munculnya suasana yang tidak nyaman bagi lingkungan dan orang di sekitarnya. Pernahkah Anda berjumpa dengan orang yang tabiatnya suka mengeluh dan Anda merasakan sangat tidak nyaman bahkan jengkel berada di dekatnya.

Kita memang harus waspada dengan sifat suka mengeluh ini, jika tidak ingin sifat buruk ini menjelma menjadi bagian dari karakter. Untuk itu perlu latihan pengendalian diri agar tidak selalu melontarkan keluhan Bagaimana caranya?

1. Biasakan menyampaikan keluh kesah pada Allah semata
Ketika kita ditimpa kemalangan atau musibah, lebih baik kita menyampaikan keluh kesah dan kegundahan hati kita pada Allah Swt. Karena Dia-lah Yang Mahatahu segala persoalan dan kegundahan dalam jiwa kita. "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya," (QS Yusuf;86).

2. Kita bisa berkeluh kesah pada orang lain, hanya jika keluh kesah itu merupakan hal yang penting.
Ini mungkin berkaitan dengan upaya Anda untuk mendapatkan hak Anda, atau hak orang lain yang Anda kenal. Kadang memiliki keluhan dan menyampaikan keluhan pada orang lain itu penting, asalkan disampaikan dengan baik-baik dan tidak berlebihan.

3. Bicarakan solusi yang praktis
Daripada mengeluh tiada akhir, lebih baik memikirkan atau membicarakan solusi praktis atas permasalahan yang kita hadapi. Tidak ada

masalah yang tidak bisa dicari solusinya. Jika menemui jalan buntu, mohonlah bantuan pada Allah Swt.

4. Jangan membesar-besarkan hal yang kecil
Anas bin Malik berkata, "Saya melayani Rasululullah Saw. selama dua puluh tahun dan beliau tidak pernah mengatakan 'ahh' pada saya. Dan beliau tidak pernah mengatakan apapun yang tidak saya lakukan, 'mengapa kamu tidak melakukannya?' atau apapun yang telah saya lakukan, 'mengapa engkau melakukan itu?'" (HR Muslim). Jadi biarkan saja hal-hal sepele yang tidak penting itu lenyap dan tidak lagi mengganggu pikiran kita.

5. Bicaralah tentang nikmat Allah
Daripada memilih membicarakan segala sesuatu yang salah dalam hidup Anda, pilihlah topik pembicaraan tentang hal-hal yang menyenangkan dalam hidup Anda. Dengan bersikap seperti ini, bukan hanya membantu Anda menghindar dari keluhan, tapi juga mematuhi perintah Allah untuk selalu mensyukuri nikmat Allah, "Lalu nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?".

6. Ingatlah mereka yang kurang beruntung
Salah satu cara untuk menyentak kita kembali untuk melihat realitas dan menghargai berkah yang Allah berikan pada kita adalah mengingat mereka yang kurang beruntung dari kita.. Bacalah berita-berita tentang orang lain yang menderita di Asia, Afrika, dan seluruh dunia. Bacalah tentang kehidupan anak yatim piatu di Palestina, tentang kehidupan para tunawisma di lingkungan kita sendiri. Sesekali berinteraksilah dengan mereka dan jangan menenggelamkan diri dalam rasa putus asa, tetapi menggunakan cerita mereka sebagai alat untuk bersyukur dan bersyukur kepada Allah atas apa yang kita miliki.

7. Kurangi stres dalam hidup Anda
Kita mungkin mengeluh karena kita mengalami stres yang cukup berat dalam kehidupan ini. Anda perlu tempat untuk menyendiri. Berhentilah sejenak, carilah tempat yang tenang untuk bersantai, duduk di ruang yang gelap, tarik napas dalam-dalam selama beberapa menit, berjalan-jalan di luar rumah, mendengarkan lagu-lagu nasheed dan membaca beberapa Al Qur'an akan memberikan ketenangan bagi hati dan pikiran yang sedang tertekan.

8. Bacalah kisah-kisah dalam Sirah, catatlah bagian-bagian yang penting dan pengalaman para nabi, sahabat nabi dan generasi-generasi muslim di masa lalu, belajarlah dari pengalaman, sikap dan cara mereka menghadapi masalah.

9. Bicarakan masalah-masalah lain yang lebih penting
Misalnya hal-hal baru yang mengundang minat Anda untuk belajar, proyek-proyek untuk pekerjaan Anda atau pengalaman jalan-jalan melihat keindahan alam yang membuat Anda merenungkan keindahan ciptaan Yang Mahakuasa.

10. Ceritakan pengalaman-pengalaman lucu yang pernah Anda alami, asal bukan cerita bohong.
Ketika berkumpul bersama teman atau keluarga, akan lebih ceria jika kita mendengar cerita-cerita lucu daripada mendengar keluhan, yang mereka sendiri tidak bisa membantu memberikan jalan keluar. Ceritakanlah hal-hal ringan yang lucu dan berkesan yang pernah Anda alami, ini akan membuat suasana dan orang di sekeliling Anda lebih menyenangkan.

11. Kenali sikap suka mengeluh yang jadi kebiasaan
Perhatikanlah selalu perkataan kita dari waktu ke waktu, apakah kita merasakan bahwa mengeluh lebih merupakan kebiasaan dari suatu usaha yang berguna? Mengakui hal itu sebagai kebiasaan adalah langkah pertama yang penting untuk mulai melawan sikap suka mengeluh.

12. Cari lingkungan yang lebih baik
Apakah kita merasakan lebih banyak mengeluh jika kita berada di sekitar orang-orang tertentu? Mungkin itu karena kita tidak memiliki banyak kesamaan minat dengan orang-orang tersebut, atau karena mereka tidak tertarik untuk bersikap positif dan berterima kasih. Jika itu terjadi, maka sudah saatnya kita mencari lingkungan teman yang lebih baik.

13. Sedikit Bicara
Umumnya, jika kita sudah mencoba segala sesuatu yang kita pikirkan dan masih menemukan diri kita terlalu banyak mengeluh, mungkin itu karena kita sudah terlalu banyak bicara. Jangan biarkan setan yang mengarahkan kita untuk bicara hal-hal yang tidak berguna atau berbahaya. Pertahankanlah kelembaban lidah dengan selalu mengingat Allah. Bertobatlah kepada-Nya dan bershalawatlah atas nama Rasulullah Saw. sesering mungkin. (ln/sismagz) Readmore »»

Kiat Pendidikan Islami Sejak Dini pada Anak


Anak adalah amanah yang diberikan Allah Swt pada para orang tua. Karenanya, orang tua berkewajiban mengasuh, mendidik, melindungi dan menjaga amanah Allah itu agar menjadi generasi muslim yang bukan hanya sukses di dunia, tapi juga di akhirat kelak.

Dalam keseharian, para ibulah yang memegang peranan penting dalam pengasuhan dan pendidikan putra-putrinya. Pernahkah para ibu merenungkan sejauh mana peranan yang mereka mainkan akan berpengaruh dalam perjalanan hidup si anak? Kita semua tahu bahwa semua perbuatan manusia selama di dunia dicatat dalam sebuah buku yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Begitu pula anak-anak kita kelak, dan isi catatan buku mereka selama di dunia sangat tergantung dengan bagaimana cara kita mendidik mereka, apakah kita menerapkan pola pengasuhan dan pendidikan yang cukup Islami.

Sebagai contoh, apakah anak-anak kita sekarang sudah memahami tentang


hubungannya dengan Sang Pencipta? Nasehat apa yang akan kita berikan pada anak-anak ketika kita menjelang ajal, sehingga ketika kita dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt tentang anak-anak kita, kita mampu menjawab, "Ya Allah, aku membesarkan anak-anakku dengan ihsan (sempurna) semampu yang saya bisa, agar taat dan tunduk pada ajaran-Mu."

Di tengah perkembangan zaman seperti sekarang ini. Tugas mendidik, menjaga dan melindungi anak dari pengaruh buruk arus globalisasi dan modernisasi, bukan perkara yang ringan. Bekal pendidikan dari sekolah berkualitas, menanamkan rasa tanggung jawab dan disiplin serta moral tidak cukup, jika tidak diimbangi dengan bekal pendidikan agama yang baik.

Bekal pendidikan rohani yang harus para ibu tanamkan sejak dini adalah membangun keyakinan yang kuat dalam hati mereka tentang ke-esa-an Allah Swt, mengajarkan rasa cinta yang besar pada Nabi Muhammad Saw dan mengajarkan mereka nilai-nilai serta ketrampilan yang akan bermanfaat bagi kehidupan mereka saat dewasa nanti.

Sejak dini, tanamkan pada diri anak-anak tentang konsep Tiada tuhan Selain Allah. Allah tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya. Selalu mengingatkan pada anak-anak bahwa Allah Mahatahu apa yang ada di bumi dan di langit, agar anak-anak selalu menjaga ucapan dan tindakannya. Beritahukan pada anak-anak, apa sesungguhnya tujuan hidup ini dan arahkan mereka agar tetap fokus dan memiliki visi yang jelas tentang konsep hidup.

Itulah tantangan bagi para ibu untuk menghasilkan generas-generasi muslim yang hebat dan bermanfaat bagi umat. Generasi yang tidak hanya cerdas intelektual tapi juga cerdas dari sisi sosial, emosi dan spiritual. Tentu saja untuk melakukan itu semua, para ibu harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mendidik dan berinteraksi dengan anak-anak. Tips-tips berikut bisa menjadi acuan bagi para ibu dalam menerapkan pola asuh dan pendidikan bagi anak-anak di rumah, agar menjadi generasi yang Islami:

1. Setiap anak itu unik
Kita harus memahami bahwa setiap anak terlahir unik. Pahami bahwa setiap anak lahir sebagai individu yang mewirisi kualitas kepribadian yang berada di luar kendali orang tua. Itulah sebabnya, orang tua harus mampu mengidentifikasi karakteristik yang unik dan perilaku anak-anak kita, tanpa harus mencetak dan mendorong anak-anak ke arah yang orang tua sukai. Jika kita memahami hal ini, kita akan memberikan pengasuhan, bimbingan dan dukungan yang anak-anak butuhkan untuk melengkapi potensi yang telah Allah berikan pada mereka.

2. Membangun dan menanamkan tentang kasih sayang Allah Swt pada anak-anak
Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" (Surat At-Tahrim;6). Tanamkan pada anak-anak bahwa tentang kecintaan dan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi adalah atas kehendak Allah. Ajarkan mereka selalu mengucapkan "La illaha illah Allah; jika anak meminta sesuatu, katakan pada mereka untuk berdoa, meminta pada Allah karena Allah yang memiliki segala sesuatu. Ajarkan kecintaan pada Allah saat santai dan berbincang-bincang dengan anak, agar mereka mudah memahami mengapa manusia beribadah, harus taat dan melaksanakan ajaran-Nya.

3. Salat
Rasulullah Saw berkata, "Ajarilah anak-anakmu salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan ketika mereka berusia sepuluh tahun, hukumlah jika mereka melalaikan salat.". Orang tua harus membiasakan mengajak anak salat tepat waktu. Jadikah salat berjamaah sebagai kebiasaan dalam keluarga, bahkan jika anak masih di bawah umur, tak ada salahnya selalu mengajak mereka salat. Jika kewajiban salat sudah melekat kuat dalam diri anak, maka anak-anak akan terlatih untuk salat dengan khusyuk.

4. Kegiatan Sosial
Ajaklah anak-anak sesering mungkin untuk melakukan aktivitas sosial, berjalan-jalan ke taman, berkunjung ke kebun binatang atau museum, belajar berenang, bertaman, mengamati matahari tenggelam, dan kegiatan lainnya. Sebisa mungkin, jauhkan anak dari kebiasaan nonton tv dan isi waktu luang mereka dengan aktivitas fisik, misalnya melakukan olahraga yang mereka sukai.

5. Berkumpul dengan Keluarga
Biasakan berkumpul dengan seluruh keluarga, mendiskusikan berbagai isu yang merangsang semua anggota keluarga mengemukakan pendapatnya. Kebiasaan ini melatih rasa percaya diri anak dan kemampuannya bicara di muka umum dan akan mengakrabkan sesama anggota keluarga. Kebiasaan berkumpul ini juga bisa dilakukan dengan cara memainkan permainan yang melibatkan seluruh anggota keluarga atau memanfaatkan waktu makan, dengan membiasakan makan bersama.

6. Membangun kesadaran pada anak-anak akan pentingnya kebersihan dan menjaga lingkungan hidup
Kesadaran ini harus dimulai dari rumah sendiri, dengan melibatkan anak-anak dalam urusan pekerjaan rumah. Mintalah anak memilih pekerjaan rumah apa yang bisa ia lakukan, apakah menyapu, mengepel, mencuci piring, untuk membantu meringankan tugas ibu di rumah.

7 Komunikasi
Komunikasi adalah ketrampilan yang paling penting yang akan dipelajari anak-anak. Bicaralah pada anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Rasulullah Saw mencontohkan, saat bicara dengan anak-anak menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas sehingga anak-anak mau mendengarkan dan bisa memahami apa yang disampaikan.

8. Disiplin
Kita tahu bahwa disiplin dan pengendalian diri merupakan karakter utama seorang muslim. Kita belajar dan melatih diri tentang kedisiplinan dan pengendalian diri melalui ibadah puasa dan perintah Allah itu menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang dalam Islam. Orang tua harus menjelaskan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak-anak, dan apa konsekuensinya jika hal itu dilanggar. Tentu saja larangan itu dalam batas-batas yang wajar. Misalnya, orang tua tidak melarang anak nonton tv sama sekali, tapi memberi batasan berapa lama anak boleh nonton televisi, misalnya cuma 30 menit. Orang tua juga harus menepati janji jika menjajikan sesuatu pada anak, karena jika tidak, anak akan menganggap orang tuanya tidak bisa dipercaya.

9. Rutin
Membiasakan anak-anak melakukan tugas-tugasnya dengan rutin, misalnya salat tepat waktu, membaca dan menghapal Al-Quran, membaca hadis, membiasakan membaca doa-doa Rasulullah sebelum tidur, beramal meski cuma dengan senyum, dan kebiasaan lainnya yang akan menjadi kegiatan rutin bagi anak kelak.

10. Memberikan Teladan yang baik
Rasulullah Saw. adalah teladan terbaik bagi kaum Muslimin. Bacakanlah kisah-kisah tentang Rasulullah Saw, pada anak-anak agar anak-anak mengikuti Sunah-Sunahnya dengan rasa cinta. Bacakan pula kisah-kisah tentang para nabi, sahabat-sahabat Nabi, dan pahlawan-pahlawan dalam sejarah Islam sehingga tumbuh rasa cinta anak pada Islam.

11. Melakukan perjalanan yang menyenangkan
Perjalanan yang menyenangkan bersama keluarga tidak harus selalu mengunjungi tempat-tempat wisata, tapi bisa juga mengunjugi masjid-masjid lokal. Kunjungan ke masjid sekaligus mengajarkan anak tentang bagaimana etika berada di dalam masjid dan menumbuhkan rasa cinta pada masjid, terutama bagi anak lelaki. Selain masjid, ajaklah mereka berkunjung ke tempat-tempat bersejarah Islam agar mereka tahu warisan-warisan budaya dan sejarah Islam.

Tips-tips di atas cuma menjadi acuan bagi para orang tua, khususnya para ibu untuk menanamkan pendidikan yang Islami sejak usia dini. Tentu saja ikhtiar ini harus didukung oleh doa orang tua yang tak putus-putus untuk anak-anak mereka, agar harapan akan anak-anak yang bertakwa pada Allah Swt terkabul. (ln/Khafayah Abdulsalam-ProdMuslim) Readmore »»

Belajar dari Kegagalan Anna Althafunnisa



Ia seorang muslimah, menutup aurat dengan sempurna, cerdas, berpendidikan tinggi, mengerti banyak hukum agama, dari keturunan yang baik, tumbuh di lingkungan yang baik pula, berbaur dengan orang-orang shalih, kaya, tidak punya cacat fisik, bahkan tergolong wanita cantik. Lalu, apa lagi yang kurang?

Ya, begitulah gambaran dari Anna Althafunnisa, seorang tokoh utama dari novel karya Habiburrahman El Shirazy yang berjudul Ketika Cinta Bertasbih, yang kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul film yang sama pula. Dan yang seperti kita ketahui bersama, seperti halnya novelnya yang laris manis, film ini pun laku keras di pasaran. Kemudian tak lama setelahnya, sosok Anna Althafunnisa begitu melekat di benak para muslimah, mampu menjadi ikon tentang muslimah yang seharusnya. Setidaknya ini saya lihat ketika diamanahi mendampingi tiga puluh delapan muslimah masa peralihan dari belia ke dewasa yang sedang menjalani hidupnya di awal-awal semester kuliah.

Melihat kapasitas dan kualitas kemuslimahan Anna Althafunnisa dalam gambaran cerita tersebut, pantas saja kalau kemudian dalam angan, ia adalah sosok muslimah ideal masa kini. Namun ada yang menarik untuk dicermati dan diurai hikmahnya bersama. Bahwa seideal-idealnya muslimah, tetaplah ia wanita bumi yang sangat mungkin berbuat khilaf dan punya kekurangan di sana-sini di balik kelebihannya yang berlimpah. Pun pembahasan ini bukan untuk mencari-cari kesalahan seseorang, tapi semoga mampu mengasah sikap kritis kita, agar tak selalu mengangguk setuju pada tokoh yang diidolakan.

Ada dua peristiwa bersejarah dalam hidup Anna yang menarik untuk dicermati, yaitu ketika prosesi khitbah dan penyebab perceraian dalam biduk rumah tangganya.

Dalam prosesi khitbahnya, kita dapati syarat Anna sebelum mengiyakan lamaran adalah, bahwa tidak adanya wanita lain kelak dalam rumah tangganya, alias ia menginginkan menjadi wanita satu-satunya dalam hati sang suami. Banyak muslimah yang 'terhipnotis' dengan pernyataan Anna, bahwa ia ingin seperti Fatimah dan Ibunda Khadijah yang tak pernah diduakan seumur hidupnya.

Tak ada yang salah dengan keinginannya ini, tapi jangan lupa, bahwa kita juga punya si cerdas Aisyah yang tetap bahagia dengan Rasullullah padahal ia bukan wanita satu-satunya dalam kehidupan beliau, kita punya panutan seperti Zainab, Hafsah, dan masih banyak lagi pribadi-pribadi luar biasa yang mampu menjalani takdirnya sebagai seorang isteri yang bukan satu-satunya.

Mungkin menjadi hal yang sangat wajar syarat itu diajukan oleh wanita biasa dan kebanyakan, tapi menjadi tidak wajar bahkan janggal bagi seorang muslimah putri Kyai yang tentunya sedari kecil telah tumbuh dengan didikan Islami seperti Anna. Di sinilah Anna telah gagal bersikap bijak sebagai seorang muslimah, karena pada kenyataannya ia yang telah banyak mengerti hukum agama yang seharusnya lebih bisa taat pada Allah dan RasulNya, bersikap seperti wanita pada umumnya. Maka wajarlah jika timbul pertanyaan logis, kalau seorang muslimah sekredibel Anna saja 'menolak' dipoligami, bagaimana dengan wanita pada umumnya?

Menarik pula apa yang diumpamakan Anna tentang sikapnya pada poligami, bahwa jika ia tidak menyukai jengkol dan tidak memakannya bukan berarti ia mengharamkan jengkol. Hal yang logis, tapi kurang tepat dijadikan perumpamaan. Karena yang sedang kita bicarakan ini berupa syari'at Islam. Dalam hal ini sama saja Anna mengatakan, bahwa ia tidak suka dipoligami, tapi bukan berarti ia mengharamkan poligami. Penegasan yang ingin disampaikan Anna di sini adalah bahwa poligami tetaplah halal, tapi ia tidak menyukainya.

Inilah yang perlu hati-hati kita telaah. Bagaimana mungkin seorang muslim/mah tidak menyukai apa yang pernah dilakukan oleh sang Nabi SAW, dimana kita sering mengaku berkiblat pada qudwahnya? Sementara bagian dari yang disebut sunnah adalah setiap perbuatan yang pernah dilakukannya. Sikap ini yang perlu kita pertegas, bahwa sebagai ummat Nabi SAW, kita penyuka sunnahnya. Tapi, bukan berarti setiap kita bisa dan mampu melakukan apa yang pernah dilakukan oleh sang Nabi SAW. Itulah salah satu hikmah yang bisa kita gali kenapa berhukum sunnah, bukan wajib.

Kembali ke pernyataan Anna, tentu saja akan lain maknanya jika Anna berkata bahwa ia tidak memakan jengkol karena dia tak tahan dengan baunya, dan khawatir juga baunya akan tercium ke orang di sekitarnya. Atau perumpamaan lain yang semakna, misalnya saya tidak makan rujak karena sekarang saya sedang sakit perut, saya tidak minum air es karena sekarang saya sedang pilek, atau saya tidak memakai warna hitam karena hari ini panas sekali.

Sejarah hidup Anna yang kedua adalah ketika ia mengetahui bahwa Furqan, suaminya, mengidap HIV. Yang dengan alasan inilah Anna meminta cerai. Sebuah hal yang halal memang, tapi dibenci oleh Allah SWT.

Diceritakan di situ, bagaimana Anna begitu marah, langsung kehilangan kepercayaan, dan ujungnya meminta cerai.

Mari kita bahas peristiwa ini dalam perspektif kehidupan muslimah ideal yang seharusnya sesuai dengan syari'at Islam.

Ketika seseorang marah karena mendapati dirinya telah dibohongi, itu hal yang wajar. Tapi bagi seorang Anna Althafunnisa, tentunya sudah hafal di luar kepala hadits Nabi SAW tentang perintah menahan marah. Kenapa ia tidak berupaya melakukannya? Melakukan kebajikan dengan cara menahan marah. Dan sangat mustahil Anna yang lulusan Al-Azhar Mesir itu tidak mengetahui kalau Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Di sinilah kita lihat ego dan nafsunya bermain dan menghalanginya untuk duduk, berbaring, wudhu, atau shalat daripada meluapkan kemarahannya.

Andai saja Anna dapat menahan amarahnya dan sedikit saja berlapang dada, mungkin perceraian itu tidak akan pernah terjadi dan cerita pun akan lain. Ia akan lebih bisa mendengar apa yang dikatakan sang suami, ia akan berupaya mengerti tentang posisi suami, bahkan mungkin dia akan bersikap sebaliknya, misalnya tetap memberi dukungan moral pada seseorang yang telah diangkat menjadi imamnya. Atau sebagai seorang 'partner' yang baik, ia akan tetap mengibarkan bendera optimis dengan mengatakan, "Coba kita cek lagi ke dokter, sangat mungkin kekeliruan terjadi pada saat pemeriksaan dulu, engkau orang baik dan suka memudahkan urusan orang lain, yakinlah Allah tak kan mendzalimimu."

Ya, andai saja Anna lebih mampu sedikit bersabar dan menunggu, maka perceraian itu tidak akan pernah terjadi. Karena dalam alur cerita selanjutnya, ternyata hasilnya negatif setelah Furqan memeriksakan diri. Namun sayang, bukan sikap seperti itu yang Anna lakukan. Padahal pada saat itu posisi Anna adalah seorang isteri. Isteri yang sangat tahu betapa mulianya kedudukan seorang Adam ketika ia telah menjadi seorang suami, sampai-sampai Nabi SAW pernah menyabdakan, jika diperbolehkan menyembah selain Allah, niscaya ia akan menyuruh setiap isteri menyembah suaminya. Lalu, isteri shalihah macam apakah yang lantang bernada tinggi penuh amarah ketika berbicara di depan suaminya?

Inilah sikap Anna yang perlu kita kritisi, bahwa selayaknya seorang muslimah tetap berupaya mengendalikan dirinya dalam keadaan apapun. Seperti halnya tetap berupaya taat pada semua perintah Allah SWT, dalam keislaman yang kaffah.

Ana Althafunnisa, seorang muslimah cerdas yang memiliki banyak hal lebih dalam dirinya, tetaplah manusia biasa. Namun, tak dapat dipungkiri, bahwa terlepas dari kekurangannya, ia tetap menjadi sosok wanita luar biasa yang patut diikuti sepak terjangnya dalam merunut hidup menjadi wanita seperti yang diinginkanNya. Banyak hal baik yang bisa kita gali dan teladani, bahkan apa yang ada padanya mampu dijadikan motivasi agar kita menjadi semakin lebih baik.

***

Suatu malam terjadilah sebuah dialog antara seorang mad'u dengan murabbiyahnya.

"Mbak, Anna Althafunnisa itu luar biasa ya, apa Sekar bisa menjadi seperti dia?"

"Tentu saja bisa, bahkan Sekar bisa melebihi dia."

"Bagaimana mungkin Sekar yang seperti ini melebihi Anna yang lulusan Al-Azhar?"

"Justru itu Sekar bedanya yang menjadi luar biasa, kalau Anna menjadi wanita shalihah itu adalah hal yang sangat wajar. Ia putri seorang Kyai, ia kuliah di Al-Azhar, ia begitu punya banyak fasilitas yang memudahkan dirinya menjadi shalihah seperti itu. Tapi kalau Sekar manjadi seshalihah itu, bagi Mbak, Sekar jauh lebih luar biasa dari seratus Anna Althafunnisa sekalipun."

*Sekar, bukan nama sebenarnya

Sumber ERAMUSLIM Readmore »»

I'm Muslimah and Very Happy


Bagaimana tidak bahagia, kalau dengan kemuslimahan ini kami masih tetap bisa melakukan banyak hal tanpa perlu melanggar aturanNya. Bagaimana tidak bahagia, kalau dengan kemuslimahan ini kami menjadi lebih baik dari hari ke hari dalam ketaatan karenaNya. Dan bagaimana kami tidak bahagia, karena semakin kami bangga dengan kemuslimahan ini, maka semakin Allah menyayangi kami.

Tahukah engkau apa artinya jika Allah telah sayang pada seseorang? Mari kita dengar firmanNya dalam sebuah hadits qudsi :

Berkata Abu Hurairah RA bahwasanya Nabi SAW bersabda :

Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia Ta’ala memanggil Jibril AS seraya berfirman :

"Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan maka cintailah dia.”

Beliau SAW kemudian bersabda :

Maka Jibril AS pun mencintainya. Kemudian Jibril memanggil terhadap penghuni langit : ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah ia.’ Maka seluruh penghuni langit mencintainya. Kemudian di bumi ia diterima.

Apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia Ta’ala memanggil Jibril AS seraya berfirman :

"Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah ia"

Lalu ia dibenci oleh Jibril AS. Kemudian Jibril AS memanggil penghuni langit : ‘Sesungguhnya Allah membenci Fulan, maka bencilah kamu sekalian terhadapnya.'

Kemudian Beliau SAW bersabda : Kemudian ia di bumi dibenci oleh orang-orang.

[HQ. 3.5 Ditakhrijkan oleh Al-Bukhari, Muslim] [MZ74-79]

Lalu, apa lagi yang kurang dalam hidup ini jika Allah SWT, para malaikat, penghuni langit, dan penghuni bumi sedemikian istimewa menempatkan kita? Yakinlah, kita tak kan pernah merasa sendiri meski sedang seorang diri.

Akan selalu ada kebaikan dalam kebaikan tercipta, karena memang demikianlah keberkahan hidup terengkuh. Dan pastinya berbeda sekali dengan kedudukan orang kedua dalam hadits tersebut, dimana pasti menjadi pilihan berikutnya jika tak memilih pilihan sebelumnya, yaitu menjadi seseorang yang dicintai Allah SWT.

Jika jelas demikian, lalu alasan apa yang masih membuat sebagian dari kita enggan hidup dengan kemuslimahan ini?

Apa? Jadi muslimah itu ribet?

Apakah yang kau anggap ribet itu mengenakan kain penutup kepala yang lebar hingga menjuntai ke dada? Sementara itu adalah penjagaan terbaik dari Allah yang disebut hijab. Yang maknanya lebih dari sekedar kain penutup kepala. Yang dengannya engkau tak hanya aman, namun juga mengamankan mata dari yang bukan haknya.

Apakah yang kau sebut ribet itu harus memakai pakaian panjang longgar dan tidak transparan? Sementara justru itulah letak harga diri fisikmu. Pun demikian, kau juga aman dan mengamankan syahwat para lelaki tak kuat iman. Itulah yang disebut langkah preventif dari pintu perzinahan, terlebih (na’udzubillahi min dzalik) pemerkosaan.

Kalaupun toh memang ribet, hanya seribet itu kan? Ribet yang tak'kan membuat hidupmu sengsara. Sedikit kepanasan bukan masalah besar, toh akan menjadi sangat biasa jika kau mengenakannya tiap hari.

Ah, jika kita bicara ribet, bukankah shalat lima waktu itu lebih ribet dari pada yang “sembahyang” sepekan sekali? Jangan-jangan kau mengatakan shalat lima waktu juga ribet? Ups, maaf… bukan bermaksud su’udzan, hanya selintas pikiran yang tiba-tiba muncul sebagai bahan perbandingan.

***

Apa? Jadi muslimah itu sulit?

Hei, jangan membuatku tertawa. Bukannya justru sangat simple dan sangat nyaman dengan apa yang ada. Tidak perlu punya se-tas make-up tuk memoles wajah agar tetap terlihat cantik menarik, toh wanita bukanlah benda pajangan yang harus menarik perhatian. Kita sedang tidak jualan diri kawan! Tapi kita sedang hidup dengan akal, hati, dan jasad kita sebagai manusia yang bemartabat.

Muslimah tidak perlu update fashion hanya agar tidak dibilang kampungan dan ketinggalan jaman. Karena pakaian takwa ini adalah model yang tidak pernah lekang dimakan jaman. Akan tetap seperti ini dari dulu dan sampai kapanpun. Kenapa bisa demikian? Karena acuan syarat pakaian takwa ini sudah dipatenkan langsung dari yang menciptakan jaman, yang tentu saja lebih tahu tentang perkembangan jaman. Acuan syarat yang jauh lebih valid dan sempurna, karena juga diperhatikan efek samping untuk diri sendiri maupun untuk orang di sekitar.

Jadi, apanya yang sulit? Oh, apakah tidak bersentuhannya dengan lawan jenis yang bukan mahram, meskipun hanya berjabat tangan itu yang disebut sulit? Ketahuilah, bahwa justru itulah bagian dari istimewanya muslimah. Tak disentuh selain pada yang sudah berhak. Dengan garis jelas antara haram dan halal.

Dan siapa bilang sulit? Hanya perlu sedikit bersiasat agar tetap aman dan nyaman. Misalnya engkau hanya perlu menelangkupkan kedua tangan di depan dada, sedikit tersenyum sambil berucap, “Maaf, saya sudah wudhu.” kalau ketemu lawan dan suasana yang tidak kondusif untuk menjelaskan bahwa memang selain mahram dilarang bersentuhan. Karena tidak bisa dipungkiri masih banyak yang “belum bisa menerima” bahkan ada yang belum mengerti tentang hukum yang satu ini, dimana pernah dikisahkan bahwa Nabi SAW lebih memilih ditusuk dengan besi panas dari pada menyentuh wanita yang bukan mahram.

Dan ini sedang tidak berbohong, karena kalimat bentuk lampaunya tidak menjelaskan kapan waktu wudhunya, “sudah wudhu” bisa berdurasi sejam yang lalu, sehari yang lalu, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu, atau kalau perlu setahun yang lalu. Jadi, kalau masih juga bilang sulit, itu tandanya sih kurang kreatif saja kali ya?

***

Apa? Jadi muslimah itu kudu pinter ngaji? Banyak tahu tentang hukum agama? Tidak boleh tertawa cekakan? Tidak boleh teriak-teriak? Tidak boleh jutek? Tidak boleh bla, bla, bla…

Ayolah kawan, jangan lagi cari alasan, karena semakin banyak alasan semakin menunjukkan kualitas diri, pun semakin menunjukkan kesalahan. Semuanya ada awal mulanya, semua ada proses dan alurnya. Engkau hanya perlu satu kata kunci sukses menjadi muslimah, yaitu taat. Bahasa Al-Qur’an-nya sih sami’na wa atha’na. Karena demikianlah sikap dan sifat para sahabat/sahabiyah dahulu ketika menerima ketentuan syari’at dari untaian tutur sang Nabi SAW.

Taatlah niscaya akan bahagia. Bukan bahagia yang semu, bukan bahagia yang dibayangi kekhawatiran takut kehilangan kebahagiaan itu sendiri. Tapi ini bahagia yang menghujam ke dasar kalbu. Bahagia yang membahagiakan. Karena hanya ada kata sabar dan syukur di dalamnya, yang bermula dari rasa yang sama; percaya akan kebaikan-kebaikan di setiap takdirNya. Tak ada umpatan, keluhan, apalagi penyesalan tentang kehidupan.

Jadi jika demikian tentang kebahagian itu, maka kamilah yang paling lantang berkata, “I’m muslimah and very happy.”

Sumber Era Muslim.... Readmore »»

Islam dan Affirmative Action Terhadap Perempuan



Berbicara tentang wanita berarti berbicara tentang bagaimana peradaban dunia ke depan. Wanita menjadi simbol baik atau tidaknya sebuah peradaban.

Ketika Islam datang, ayat yang mewajibkan setiap muslimah untuk berhijablah yang pertama kali turun. Bukan sembarang ayat. Perintah ini diterjemahkan sebagai bentuk penghormatan Islam terhadap kaum perempuan.

Perempuan dinilai berharga dan harus dilindungi agar menjadi cermin yang memantulkan cahaya Islam yang murni. Inilah yang namanya affirmative action yang tidak sekadar berlandaskan emosi menuju kesetaraan, namun berasal dari kecintaan Nya pada perempuan.

Berkaca pada sahabiyah yang pada saat turun perintah wajib berjilbab bersegera untuk melaksanakannya, sungguh hal yang kontra dengan keadaan perempuan Indonesia saat ini. Perempuan dinilai hanya sekadar pemuas nafsu belaka, barang yang hanya untuk dinikmati tanpa dihargai dan masih banyak yang berpikir bahwa sosok perempuan tidak lebih dari sekedar barang yang bisa dibeli.

Sungguh realita yang mencengangkan mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk perempuan yang lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Kedudukan perempuan masih belum sebagai subjek yang harus dipenuhui hak-haknya, tetapi hanya sebgai objek dari peraturan yang dijadikan kambing hitam bahwa Negara ini sudah menempatkan hak-hak yang semestinya bagi seorang perempuan.

Jangan berharap pada sebuah Negara yang tidak konkret menyelesaikan sebuah permasalahan. Hanya menjalankan kewajiban tanpa melihat esensi dari dikeluarkannya sebuah peraturan. Maka, Islam tampil sebagai solusi. Islam bukan Negara, bukan sebuah wilayah dan bukan pula adat sitiadat yang mengekang manusia untuk mentaatinya.


Islam adalah sebuah nilai yang syamil mukamil. Menyeluruh dan hadir di setiap relung kehidupan sebagai penebar benih kebermanfaaatan untuk seluruh alam. Maka, Islam menjadi solusi dari permasalahan perempuan yang belum terakomodir kepentingannya. Lihatlah bagaimana Islam menempatkan posisi perempuan setara dengan laki-laki menuju jalan ketaqwaan:

Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dileibihmkan Allah kepada sebagian kamu aats sebagian yang lain. Karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonkanlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya . sungguh, Allah Maha Mengetahui sebagala sesuatu. (QS.An-Nisa’:32)

Dari ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa Islam memandang laki-laki dan perempuan sama dalam mengusahakan kebaikan untuk dirinya. Setiap pengorbanan laki-laki akan dihargai sesuai dengan apa yang dikorbankanya itu, begitu pula perempuan. Pada akhirnya, perempuan juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan balasan yang lebih baik.

Islam memberikan kesempatan yang sama untuk perempuan agar menuntut ilmu, sebagaimana Aisyah adalah seorang ahli hadist yang dijadikan rujukan bagi para sahabat. Keistimewaan lain adalah melahirkan merupakan jihad bagi seorang perempuan, melahirkan dan menjadi seorang ibu merupakan hal yang bisa mengantarkan seorang perempuan mendapat kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan yang tidak menjalankan perannya dengan setulus hati.

Peran menjadi seorang istri dan ibu merupakan bentuk perlindungan agar perempuan terjaga hak-hak kewanitaannya. Dianjurkannya perempuan untuk lebih memilih sholat di rumah dibandingkan di mesjid adalah bentuk perlindungan lain agar perempuan tidak terkontaminasi dengan nilai-nilai yang merusak kehormatan mereka.

Nah, manakah sisi dari Islam yang tidak melindungi perempuan? Islam jauh lebih menerapkan affirmative action terhadap perempuan sebelum para feminis menggaungkannya.

Perempuan Indonesia harus memahami hakekat keberadaan mereka dan bagaimana menjalankan Islam dengan sebaiknya karena Islamlah satu-satunya yang mengerti perempuan.

Dengan pemahaman tersebut, tidak akan terdengar kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, pemasungan hak-hak ketenagakerjaan, perlakuan tidak adil dari masyarakat dan bentuk diskriminasi lain.

Sebagaimana laki-laki ditempatkan memiliki kelebihan terhadap suatu hal, maka perempuan dalam Islam dipandang mempunyai nilai lebih dalam menjadi parameter sebuah peradaban. Tak hanya di negara yang berideologikan Pancasila ini, tetapi juga di dunia.

Wallahu’alam bishshowwab

Sumber Era Muslim
Ryan Muthiara Wasti
Fakultas Hukum 2008 Readmore »»

Delapan Tipe Orang Perlu Dijauhi

Hubungan yang sehat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan jiwa. Namun, kerapkali kita terjebak dalam hubungan dengan sosok yang memiliki karakter 'negatif'. Mereka umumnya sering mengeluh, mudah marah, atau tidak sabar.

Mengenali karakter seseorang di awal perkenalan menjadi penting. Apalagi jika ada prospek melanjutkannya dalam hubungan yang lebih serius. Kenali sejumlah karakter seseorang, seperti dikutip dari Times of India.

1. Memelihara masa lalu

Beberapa orang menolak melepaskan masa lalu dan cenderung 'merawat' kenangan menyakitkan. Akibatnya, orang ini hidup dengan kemarahan dan kepahitan. Bila terjadi terus menerus, dapat mempengaruhi orang yang berada di sekitarnya.

Solusi: Jika mereka mulai memunculkan subjek masa lalu, jangan ragu memberitahu dia bahwa Anda tidak ingin membicarakannya.

2. Mengasihani diri sendiri

Tidak ada yang lebih menjengkelkan daripada orang yang merasa menanggung beban seluruh dunia. Alih-alih mencari solusi, orang tipe ini terus mengasihani diri sendiri dan tidak melihat jalan keluar.



Solusi: Tawarkan bantuan dan jika masih tidak mau berubah, sebaiknya menjauh darinya.

3. Munafik

Tidak ada yang lebih menjengkelkan daripada berhubungan dengan orang yang memiliki sifat 'lain di mulut lain di hati'. Di depan Anda, dia muncul orang yang paling manis, namun bersikap sebaliknya di belakang Anda.

Solusi: Jika Anda menangkap ini terjadi berulangkali kepada orang lain, segera jauhi. Bukan tidak mungkin dia melakukan hal serupa kepada Anda.

4. Selalu negatif


Dia adalah jenis orang yang selalu memandang hal negatif dari hidup mereka.


Solusi: Bantulah melihat sisi positif dari dirinya. Jika tidak mau menerima, jangan biarkan hal negatif itu mempengaruhi Anda.

5. Paling sempurna

Orang seperti ini biasanya merasa lebih baik dan menarik daripada orang lain. Ia sangat menikmati aktivitas mengkritik dan menertawai orang lain.

Solusi: Bersikap sabar dengan perilakunya. Namun, jika mereka tidak berubah, sudah saatnya Anda untuk meninggalkannya.

6. Bangga mengumbar rahasia


Mereka sangat bangga menceritakan skandal dalam hidup dan senang melibatkan sebanyak mungkin orang dalam perdebatan.

Solusi: Bisa saja Anda dapat mendengarkannya. Namun bila mempengaruhi diri sendiri, segera menjauh.

7. Frustasi

Orang ini selalu merasa frustrasi dengan hidupnya dan melampiaskannya pada orang lain di sekitarnya. Bahkan, seringkali mereka mengambil kesimpulan yang irasional.

Solusi: Jika ia mulai merencanakan sesuatu yang gila katakan bahwa hal itu mengganggu Anda.

8. Sang Komentator

Orang seperti ini mengomentari semua yang terjadi dalam kehidupan orang lain. Seringkali, perkataan mereka menimbulkan perkelahian.

Solusi: Berhati-hatilah bila berada di sekitar orang tersebut dan berhati-hati dengan perkataan Anda.

Sumber VIVANEWS Readmore »»