Sabtu, 30 Mei 2009

Meninggalnya Seorang Lelaki Beristri Dua

Alkisah, ada seorang lelaki yang memiliki dua istri. Kedua istrinya saling mengenal dan akrab, Meski tinggal di kota yang berbeda. Sang lelaki adalah suami yang baik, selalu berusaha adil. Istri-istrinya pun sangat mematuhinya. Istri pertamanya telah melahirkan 3 orang anak untuknya. Dan istri keduanya telah melahirkan 4 orang anak untuknya. Masing-masing anak pun sangat akur, tak pernah bertengkar.

Suatu hari sang suami jatuh sakit. Para istri dan anak membawanya ke rumah sakit terbaik di pulau seberang. Sebelum meninggal sang suami telah membuat surat wasiat. Masing-masing mendapat bagian warisan yang adil. Semua setuju dan tak ada seorangpun yang meributkannya. Hingga akhirnya sang suami berpulang. Meninggalkan dua orang istri dan tujuh orang anak. Semua menangisinya. Pada saat jenazah hendak dibawa pulang, keributan mulai terjadi.



"Aku akan membawanya pulang ke kotaku. Telah dipersiapkan segalanya disana." kata istri pertama.

"Tunggu, akulah yang akan membawanya pulang. Aku telah mempersiapkan segalanya jg. Keluargaku dan warga sekitar sedang menunggu." kata istri kedua.

"Tidak. Sebagai istri pertama aku lebih berhak. Keluargaku dan warga di sekitarku juga sedang menunggu." jawa istri pertama.

"Hakku sama besarnya denganmu. Dia telah menikahi aku secara sah." sang istri kedua tak mau kalah.

Seorang dokter yang sejak tadi mendengarkan perdebatan mereka berkata,
"Maaf, sepertinya anda berdua sangat mencintai suami anda."

"iya, kami sangat mencintainya. Ia seorang suami yang sangat baik. Juga seorang ayah yang sangat baik. Dan kami ingin suami kami dikubur di kota kami. Kami sama-sama memiliki hak."

"begitu...kupikir aku memiliki pemecahan masalah yang adil untuk anda." kata sang dokter.

"Benarkah?"

"Iya. Tunggulah di sini aku akan mengambil sebilah gergaji."

"Gergaji? Apa yang akan kau lakukan dengan gergaji itu?"

"Tentu saja untuk memotong tubuh suami anda. Jadi masing-masing anda bisa membawa ke kota anda dan menguburnya."

Kedua istri saling memandang dan tertegun.

"Anda ingin memotong tubuh suami kami?"

"Tidak, sungguh kami tak ingin anda memotong tubuhnya."

"Tak ada lagi cara lain jika anda sama-sama merasa berhak."

Keduanya terdiam...

Akhir dari kisah itu terjadilah kesepakatan untuk menguburkan sang suami di kota kelahiran saang suami yang terletak di kota lain.. Sang dokter telah berjasa menyadarkan kedua istri akan keegoisan mereka. Ia tak sungguh-sungguh ingin memotong tubuh sang suami.

Menegakkan keadilan jauh lebih sulit daripada menghancurkannya. Seorang penegak keadilan memiliki tanggung jawab yang sangat besar dan tuntutan atas dirinya juga besar bahkan setelah meninggal. Ketidak adilan selalu terjadi setelah sang penegak keadilan meninggal. Keadilan akan selalu hancur jika melawan keegoisan diri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar